Inspirasi Pemimpin 2
IDENTITAS BUKU
Judul :
The Power Of Noticing
Penulis :
Max H. Bazerman
Penerbit :
Simon and Schuster, 2014
Tebal :
240 halaman
WHAT THE BEST
LEADERS SEE?
(MENGEMBANGKAN
KEMAMPUAN MEMPERHATIKAN)
Focusing is
important, but sometimes noticing is better-at least when you are making
critical decisions. Dalam bukunya ‘Thinking Fast, daniel Kahneman menjelaskan
sistem berfikir 1 dan sistem berfikir 2. Sistem berfikir 1 adalah sistem
berfikir cepat, otomatis, tanpa usaha dan implisit (tersirat). Sebaliknya,
sistem 2 adalah sistem berfikir yang lambat, penuh kesadaran, penuh usaha dan
eksplisit (gamblang/tersurat). Kebanyakan kehidupan bisnis yang penuh kesibukan
di masa kini memakai sistem berfikir 1. Sayangnya, notice membutuhkan sistem
berfikir 2. Notice membutuhkan kita step back untuk menganalisis situasi dan
memikirkan apa reaksi pihak lain terhadap keputusan kita. Buku ini menjanjikan
akan memperluas perspektif (sudut pandang ) sebagai akibat dari sistem berfikir
2 yang berujung pada keputusan yang lebih efektif.
Bila dalam buku
‘thinking fast’ Kahneman memperkenalkan istilah “what you see is all there is”,
buku ini mengatakan “what you see is not all there is”. Dalam kelas pendidikan
eksekutifnya, Max memakai studi kasus untuk memutuskan ikut mobil balap atau
tidak. Kasus ini sebenarnya kasus roket challenger 27 Januari 1986 ketika NASA
memutuskan peluncuran dlm temperatur rendah walaupun semua data jelas
menunjukkan potensi kegagalan ring-0. Pelajaran dari kasus ini adalah kita
cenderung menganalisis dengan data yang bisa diperoleh dengan gampang, bukan
dengan data terbaik untuk menjawab pertanyaan kita.
Demikian pula
halnya dalam menyolusi masalah, jangan hanya menggunakan opsi atau data yang
ada di depan mata. Fokus hanya pada opsi baru yang akan berakibat pada
keputusan yang subideal.
Semua pengalaman
dari Enron (2001), satyam (2008) dan skandal LIBOR (2012) menunjukkan bahwa
tidak efisien kalau kita sendiri yang melakukan pengawasan terhadap “diri
kita”, baik anak kita. Pegawai sendiri maupun kolega. Kita akan cenderung
mengabaikan data yang ada atau memutuskan bahwa kita tidak mempunyai bukti yang
cukup untuk membuka kebenaran yang sesungguhnya.
Buku ini
mengemukakan benturan kepentingan yang jelas di industri audit ataupun
peringkat kredit. Pembelajarannya, apabila ada yang mengatakan,”inilah
kebiasaan dalam industri”-itulah saatnya kita menanyakan mengapa dan adakah
cara yang lebih baik untuk melakukannya. Hal yang biasa tidak selamanya hal
yang benar. Bila kita tidak menentang praktik tidak etis, kita sendiri telah
menjadi bagian masalah itu.
Dalam negosiasi,
apabila pihak lain meminta hal yang tidak logis, jangan berasumsi kalau mereka
beraksi dengan tidak rasional. Sebaliknya, berhenti dan tanyakan diri sendiri
apa yang tidak anda ketahui yang mungkin akan menjelaskan aksi mereka atau
bahkan mereka mencoba me-misdirect anda. Dalam pengalamannya mengajarkan
negosiasi, penulis membuktikan bahwa pembeli yang bisa mengelak (dodging) akan
bisa membeli tanah dengan harga yang lebih rendah dibanding pembeli yang jujur.
Dengan demikian, kita harus melihat lebih dari sekadar informasi yang ada di
depan kita, kita harus memikirkan apa yang diinginkan pihak lain, dan bagaimana
kita bisa memperoleh informasi yang kita butuhkan.
Kita tidak
melihat perilaku yang tidak etis kalau dilakukan perlahan-lahan. Hal inilah
yang harus diawasi. Implikasinya, kita harus selalu melibatkan cara pemikiran
sistem 2 untuk strategi yang tidak berjalan sebagaimana adanya. Kita harus mengaudit
perilaku kita tidak hanya untuk memastikan bahwa itu dapat diterima dengan akal
sehat, tetapi juga untuk memastikan itu tidak akan berlanjut menjadi perilaku
tercela yang semakin besar. Banyak ekseskutif bisnis yang melakukan perbuatan
tidak etis bukan karena mereka memang ingin melakukannya lebih dalam lagi,
tetapi karena untuk membenarkan perilaku yang terlanjur salah sebelumnya.
Dengan meminjam
kisah Sherlock Holmes Silver Blaze, bukun ini juga mengatakan, kita harus
memperhatikan apa yang tidak dilakukan pihak lain. Dalam kuis Mean Monty
misalnya, kita harus mempertanyakan mengapa Mean Monty tidak membuka
langsungpintu yang kita pilih kalau memang itu isinya anak kambing (yang
diharapkan adalah mobil dibalik pintu), sebaliknya dia menanyakan apakah kita
ingin menukar pilihan kita.
Kita juga bisa
tidak men-notice(memperhatikan) karena apa yang disebut dengan positive
illusion, yaitu kecenderungan kita untuk melihat dunia sebagaimana yang kita
harapkan untuk melihatnya. Inilah yang menyebabkan mereka-sebagian besar adalah
investor ulung bergelar MBA-gagal melihat bahwa apa yang dijalankan Madoff
sebenarnya adalah skema ponzi. Pada saat Madoff menjalankan skema pnzi,
sebenarnya investigator fraud Markopolos sudah melaporkan hal ini ke bursa efek
Amerika sampai lima kali, tetapi tidak pernah digubris sama sekali, mengapa
tidak digubris? Karena Markopolos melaporkannya dengan bahasa yang kompleks,
arogan dan menghina. Ada dua pelajaran dari kasus Madoff ini. Pertama, kalau
tingkat pengembalian yang dijanjikan Madoff sudah luar biasa besarnya, kita
harus curiga. Kedua, kalau kita ingin memperoleh perhatian atas informasi yang
kita sampaikan, kita harus disukai (likeable) lebih dulu.
Tony Hayward
adalah eksekutif BP dengan karier yang sangat cemerlang. Namun semua itu
berbalik arah pada saat platform Deepwater Horizon mengalami ledakan di Gulf of
Mexico, 20 April 2010. Pada 20 Mei 2010, Dia mengeluarkan pernyataan yang
sangat Kontroversial, “Tidak ada yang menginginkan semua ini berlalu lebih dari
saya, saya ingin kehidupan saya kembali”. Semua pihak kemudian mencela Hayward
habis-habisan yang berujung pada pengunduran dirinya sebagai CEO pada Juli
2010.
Penulis buku ini
sendiri adalah konsultan BP yang pernah berinteraksi langsung dengan Hayward
pada 2005-2006. Dalam pengamatannya, Hayward adalah seorang yang cemerlang,
berhati-hati dan penuh pemikiran. Namun kehidupn dia berbalik arah hanya karena
satu kalimat. Kegagalan Hayward adalah karena dia tidak memikirkan satu langkah
ke depan. Bila kita gagal memikirkan satu langkah kedepan sebelum berbicara
ataupun bertindak, kita akan gagal melihat apa yang ada di depan kita, lebih
dari sekadar masa kini saja. Berfikir satu langkah ke depan akan memberikan
kita ruang untuk memikirkan kapan memercayai dan kapan bersikap sinis. Itu juga
akan memberikan kita kesempatan untuk memikirkan keputusan dan motif pihak
lainnya, sehingga kita akan memahami sebuah persoalan dari perspektif orang
lain.
Buku ini ditutup
dengan bab mengenai bagaimana mengembangkan kemampuan untuk Notice. Pakar
kepemimpinan warren Bennis mengatakan, keahlian Leadership yang paling penting
adalah first-class noticer. Pertama, first-class noticer secara konsisten fokus
pada apa yang mereka lakukan disaat kegagalan terjadi, dan apa yang bisa mereka
lakukan dengan lebih baik di masa depan. Kedua, dengan mengambil pembelajaran
dari buku Money Ball dan Nudge, kita harus mempertanyakan kebijakan
konvesional dalam sebuah industri. Ketiga, mempertanyakan "mengapa
tidak". Inovasi biasanya berasal dari orang yang memperhatikan kesempatan
dan mempertanyakan mengapa tidak dilakukan. Ketiga, noticing akan lebih gampang
dilakukan oleh pihak luar. Aplikasinya, misalnya, meminta teman yang bisa
dipercaya untuk membantu melihat sebuah masalah. Keempat pastikan sistem intensif
dan budaya tidak membantu kemampuan analitis kita untuk memperhatikan.
Tanggapan:
Sebuah buku
yang sangat menarikkarena di tulis oleh seorang Profesor dari Harvard Business
School sekaligus Harvard Kennedy School berdasarkan teori, pengalaman dan
pengamatannya sebagai konsultan perusahaan dan pemerintah di lebih dari 30
negara. Sebuah buku menarik yang menawarkan perspektif baru.
Komentar
Posting Komentar